Wednesday, October 7, 2009

Talang Mamak Ethnic Group Involve in Sumateran Orangutan Reintroduction Programme

Draft Rilis September 2009
Pelestarian Orangutan Sumatera Libatkan Suku Talang Mamak
Suku Talang Mamak, salah satu suku terasing yang tinggal di kawan Bukit Tigapuluh, Jambi, menjadi  ujung tombak dalam menjaga kelestarian orangutan sumatera (Pongo abelii). Mereka dilibatkan dalam mengasuh orangutan pada tahap adaptasi sebelum akhirnya dilepasliarkan.
Manajer Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Julius Paolo Siregar, Selasa (9/9), menyatakan warga Talang Mamak yang bekerja baik sebagai staf maupun pekerja harian jumlahnya lebih banyak dibandingkan pekerja pendatang.
“Saat ini ada sekitar sepuluh warga Talang Mamak yang bekerja menjadi pengasuh orangutan. Mereka bertugas menjaga dan mengajari orangutan untuk dapat hidup mandiri sebelum dilepasliarkan,” tutur Julius.
Julius menjelaskan pada tahap adaptasi orangutan diajari untuk dapat mencari sendiri makanan di dalam hutan, seperti berbagai jenis buah-buahan, daun, dan serangga seperti rayap. Selain itu orangutan juga diajari untuk membuat sarang di atas pohon.  Orangutan yang menjalani program reintroduksi adalah orangutan yang sebelumnya pernah hidup bersama manusia sehingga kehilangan kemampuan untuk hidup di alam liar.
Iskandar (25), salah satu keturunan Suku Talang Mamak yang telah empat tahun menjadi pengasuh orangutan menyatakan diperlukan kesabaran tinggi untuk menjaga orangutan. “Saya menjaga orangutan mulai dari pukul 06.00 hingga pukul 18.30 setiap harinya. Semakin baik kemampuan adaptasinya semakin cepat pula dilepasliarkan,” ucap dia. Iskandar bertugas menjaga Temara, orangutan sumatera betina dewasa yang dilahirkan di Perth Zoo, Australia.
Tanggungjawab yang dipikul Iskandar cukup besar karena orangutan yang dijaga tidak boleh sampai hilang. Orangutan yang belum memiliki kemampuan mandiri, kemungkinan mati di alam liar cukup tinggi. “Orangutan bisa mati kelaparan karena belum tahu makanan hutan yang bisa dimanfaatkan. Dulu  saya pernah juga kehilangan orangutan, harus saya cari sampai dapat. Untung seminggu kemudian ketemu,” kenang Iskandar.
Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera yang dikelola Frankfurt Zoological Society (FZS) terletak di Dusun Semerantihan, Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Pusat reintroduksi orangutan sumatera, satu-satunya di Indonesia ini sudah berjalan sejak 2002. Hingga pertengahan tahun ini, FZS telah menerima 121 ekor orangutan dan 108 ekor diantaranya sudah dilepasliarkan di areal stasiun dan TNBT.
Menolak HTI
Mardan (45), warga Talang Mamak generasi kedua yang tinggal di Dusun Semerantihan, memiliki enam anak dan tiga diantaranya bekerja sebagai pengasuh orangutan. Penghasilan anak-anaknya itu sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Mardan menyatakan orangutan merupakan satwa yang sudah seharusnya dilindungi. “Pernah warga kami di Riau bertemu dengan orangutan, langsung kami lapor ke stasiun. Dalam sosialisasi selama ini kami juga sudah mengerti bagaimana cara menghadapi orangutan bila kebetulan berada di _ading atau pondok kami.”
Keberadaan orangutan sumatera saat ini dalam ancaman serius seiring rencana pengalihan fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah mencadangkan 52.000 hutan produksi menjadi hutan tanaman industri (HTI) sesuai Surat Keputusan Menhut nomor 777/Menhut-VI Tahun 2008. Dalam SK dinyatakan bahwa area yang dicadangkan menjadi HTI oleh PT Rimbah Hutani Mas di bawah manajemen Sinar Mas Group , adalah hutan eks HPH Dalek Hutani Esa seluas 33.776 hektar, eks HPH Hatma Hutani 8.587 hektar, eks HPH Limbah Kayu Utam a 6.441 hektar, dan eks HPH Gamasia Hutani 3.226 hektar.
FZS tegas menolak rencana ini karena stasiun reintroduksi orangutan berada di hutan eks-HPH Dalek Hutani Esa dan sangat dekat dengan areal rencana HTI. Hilangnya areal hutan sekitar stasiun secara telak menghilangkan sumber makanan bagi orangutan. Selain itu keberadaan warga Talang Mamak yang berjumlah lebih dari 40 keluarga di Dusun Semerantihan dipastikan tersingkir.
“Kami sudah mendengar berita rencana pembukaan HTI itu. Kami sangat tidak setuju karena hutan sumber penghidupan. Di mana lagi kami bisa berladang, mencari jernang, dan berburu hewan untuk makan. Kalau hutan dihilangkan sama saja menghilangkan kehidupan kami,” tegas Mardan.
*****

No comments:

Visitor Maps

Followers

MY Profile

Jambi, Jambi, Indonesia
Newbie in GIS and Remote Sensing World, want to share the new developments with the others

Traffic